Wisma Praja adalah bangunan yang tidak
bisa dilepaskan dari sejarah Sumbawa. Di sinilah kantor terakhir Sultan Sumbawa
Kaharuddin II sebelum pindah ke Bala Kuning.
Wisma Praja berada di kompleks Wisma Daerah
yang didirikan Belanda pada tahun 1934. Kini di dalam Wisma Praja juga berdiri
bangunan rumah dinas Bupati dan lapangan tenis. Di bagian timur terdapat sumur
keramat yang bernama Sumir Batir dengan kedalaman 19 meter. Pada masa
kesultanan, di kawasan ini berdiri rumah-rumah para pegawai kerajaan yang
sekarang tidak bisa kita lihat lagi.
Walaupun kini tak lagi menjadi kediaman
sultan namun masih banyak kegiatan pemerintahan yang dilakukan di Wisma Praja.
Misalnya sebagai tempat penerimaan tamu-tamu agung, kegiatan upacara dan
resepsi yang bersifat formal serta pertemuan kepemerintahan lainnya.
Nah, Wisma Praja juga dikenal dengan nama
‘Bale Jam’ atau ‘rumah lonceng’. Hal itu dikarenakan keberadaan lonceng besar
di bagian depan kompleks. Lonceng atau bel yang didatangkan dari Belanda ini
berfungsi sebagai penanda waktu yang setiap periodik dibunyikan oleh seorang
petugas. Namun entah mengapa kini suara lonceng itu tak pernah terdengar lagi.
Saat Anda melintas di depan Bale Jam, itu
tandanya kita melintas di Jalan Pahlawan. Di arah utara sudut ini terdapat
lapangan Pahlawan. Berbatasan dengan lapangan Pahlawan ada sebuah parit bernama
‘kokar dano’. ‘Kokar’ artinya parit yang hanya pada musim penghujan mengalirkan
air. Sedangkan ‘dano’ adalah nama seseorang yang menjadi penunggu atau pengawas
dari parit tersebut. Konon parit ini tidak terbentuk secara alami namun dibuat
secara khusus pada saat pembangunan Istana Tua pada 1885. Kokar dano berawal
dari Kantor Camat Sumbawa dan bersambung ke aliran parit dari sawah yang berada
di bagian timur. Dengan panjang mencapai 1 km dan berujung di Sungai Brang
Bara, parit ini dibangun sebagai pembatas wilayah istana kerajaan yang tidak
boleh ditembus oleh setiap orang. Bahkan seorang Belanda pun tidak boleh
sembarangan masuk areal ini.
Di kokar dano terdapat sebuah jembatan
kayu. Melewati jembatan inilah setiap tamu kerajaan masuk ke kawasan istana.
Para tetamu itu menambatkan kapalnya persis di pelabuhan Jembatan Pelimpat.
Kawasan yang sekarang dikenal dengan karang atau Desa Bugis itu tepatnya berada
di bagian barat Sumbawa Besar. Sedikitnya ada dua nama lain untuk menyebut Desa
Bugis itu yakni karang makam dan karang Bugis. Disebut ‘karang makam’ karena
disinilah perkuburan para tamu yang datang dari jauh. Sedangkan ‘karang Bugis’
karena orang yang pertama datang menemui Sultan Sumbawa saat itu berasal dari
Bugis Sulawesi.
Jika ingin mengunjungi Wisama Praja,
gedung ini berada di desa Brangbara, Sumbawa Besar. Anda bisa menggunakan
angkutan kota untuk menjangkau lokasi tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar